Moh. Arif

Jejak-Jejak Lietrasi

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, November 2, 2020

MENGABDI YANG TULUS

 

 Pengabdian merupakan salah satu bentuk syukur atas karunia Allah Swt yang diberikan kepada ummatnya, termasuk saya peribadi. Bagaimana tidak..? karena mengabdi buat masyarakat bagi saya merupakan bentu memberikan kemanfaat bagi masyarakat. Di masyarakat menerima manfaat atas apa yang telah dilakukan, maka pada saat itu kebanggaan dan rasa haru selalu tumbuh dalam diri. Ini mungkin tidak terjadi pada semua orang, namun bagi saya pribadi sangat berharga dan memberikan spirit yang luar biasa.

Beberapa hari yang lalu merasa senang dan bahagia lantara dapat berbagi ilmu dengan masyarakat, dimana kehadiran saya di tengah-tengah mereak seolah-olah memberikan kebahagiaan, kebanggaan dan penasaran. Hal ini adalah momentum bagi saya untuk memberikan yang terbaik bagi mereka agar ilmu yang saya peroleh bermanfaat bagi mereka. Pada saatnya saya pribadi untuk berbaur, aktif dan belajar bersama mereka serta tidak ada rasa kebahagian bagi saya selain mengabdi yang tulus untuk kesejahteraan masyarakat khususnya di mana saya tinggal.

Perjalanan panjang bagi saya agar bisa secara langsung inten bersama masyarakat belum juga tercapai, seklipun saya sering aktif mendapingi mahasiswa bahkan pernah ditugaskan menjadi kepala pusat pengabdian kepada masyarakat tepatnya pada tahun 2014-2016, namun belum secara maksimal untuk berbaur dengan masyarakat. Keaktifan dilembaga atau diorganisasi kemasyarakatan memberikan makna nyata dalam memahami kultur budaya masyarakat dan tentunya juga bisa berbagi.

Kehidupan dimasyarakat sangat lah unik dan menantang, karena sarus memahami kebiasaan dan kemampuan mereka. Oleh karena itu, tentu hal ini menjadikan motivasi bagi saya untuk belajar memahami, belajar karakteristik , belajar apa yang mereka inginkan untuk kemajuan msayarakat tersebut. Berbagai kegiatan yang saya merasa bangga dan terhormat yaitu dapat menjadi bagian dari mereka dalam kegiatan kemasyarakat mulai penyusunan program, pengajian bersama, kegiatan koin dan santunan. Saya menyadari bahwa saya belum ada apa-apanya dan masih perlu belajar banya ilmu, karena tidak menjamin bahwa lulusan doktor mampu melakukan segalanya.

Memajukan organisasi memang perlu orang pintar, namun tak cukup hanya pintar, maka diperlukan orang benar, hal tersebut belumlah cukup sehingga diperlukan orang kober. Ketiganya memang sangat jarang didapat terkadang ada orang pinter tapi kurang benar dan tidak kober, ada orang pintar dan benar tetapi tidak kober dst. Oleh karena itu, yang menjadi kunci adalah tercapainya tiga hal tersebut yaitu pinter, benar dan kober.

Semoga keberhasilan dan pengabdian kita selalu didukung dengan tiga hal agar dapat memberikan kemanfaatan bagi semua orang. Sebagaimana hadis “khairunnas anfauhum linnas” sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang memberi manfaat bagi orang lain.

Tulungagung, 03-11-2020

Moh. Arif

Wednesday, October 14, 2020

Pandemi Covid 19: Hari Raya Iduli Fitri yang Tak Dirindukan

 

Oleh
Moh. Arif. 


Hari raya idul fitri di tengah-tengan masyarakat muslim selalu menjadi tradisi yang ditunggu-tungu, karena momentum tersebut merupakan hari dimana umat Islam memperoleh kemenangan yang luar biasa. Hari raya di masa pandemi bagaikan belenggu untuk mearayakan kegembiraan, bersilaturrahim, saling memaafkan, karena adanya larangan untuk berkumpul dan berkujung yang nantinya dapat menjadi klaster penyebaran virus, tapi apala daya semua tidak bisa dicapai. Ini penting untuk selalu kita ingat bahwa lebaran tidak lagi rindukan namun tetap sebagai umat Islam harus mentradisikan silaturrahim kepada keluarga teman dan kerabat agar keberkahan selalu melimpah dan dijadikan lebaran yang akan datang terasa. Simak dan baca tulisan selanjutnya tentang makna lebaran yang tak dirindukan ditengan kovid 19.

 

Covid 19 ditengah-tengah kita tak kunjung redah dan belum ada tanda-tanda menurun, bahkan trendnya terus meningkat. Upaya pemerintah terus melakukan himbauan, tindakan, dan pelarangan untuk tidak melakukan aktivitas yang menimbulkan kerumunan massa agar penyebaran virus bisa terkendalikan.

Disaat penyebaran Covid 19 terus meningkat umat Islam harus merayakan hari raya idul fitri (lebaran) setelah menjalankan ibadah puasa selama 1 (satu) bulan. Karena kita tahu bahwa hari raya (lebaran) sebagai tanda atau bukti kemenangan umat Islam melawan syetan (hawa nafsu) selama berpuasa di bulan ramadhan. Menjalankan puasa ramadhan merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam. Puasa ramadhan biasanya dilakukan dengan berbagai kegiatan ibadah mulai sholat tarawih berjamaah, buka bersama, pengajian menjelang berbuka, tadarus bersama di mushollah dan masjid dan berkumpul bersama keluarga. Namun disaat Covid 19 semua itu tidak dapat dilaksanakan dengan normal, bahkan tidak dilaksanakan sama sekali dengan alasan dikhawatirkan adanya penyebaran Covid 19.

Hari raya idul fitri seyogyanya sebagai manifestasi dari kegembiraan atas keberhasilan umat Islam setelah mampu melawan hawa nafsu selama bulan ramadhan, euforia tersebut ditandai dengan pembacaan kalimat takbir, tahmid dan tahlil diberagai masjid, mushollah dan tempat-tempat lain. Selanjutnya dilakukan sholat sunnah berjamaah dan bersilaturrahim ke sanak keluaraga, famili serta kerabat. Kegiatan ini sudah menjadi rutinitas ritual keagamaan umat Islam setiap tahunnya. Pada saat pandemik covid 19 semua yang berkaitan dengan hari raya idul fitri (lebaran) dibatasi atau bahkan ditiadakan, adanya pelarangan pemerintah untuk mudik, dan bahkan akses masuk ke kampung-kampung yang biasa dilalui orang saat berkunjung ketetanggan saudara ditutup (portal) biarpun itu dalam suatu wilayah (desa/dusun).

Kegiatan ibadah (sholat ied), silaturrahim, reuni, dan halal bihalan yang biasa dilakukan ditahun sebelumnya, pada saat ini tidak bisa dilakukan secara langsung namun hanya bisa dilakukan secara virtual melalui aplikasi zoom, chat, whatsApp dan lain sebagainya.  Esensi hari raya terjadi pergeseran dan perubahan yang tak normal. Berkaitan dengan ibadah dan silaturrahim pada saat lebaran menurut Imam Besar Masjid Istqlal, KH. Nazarudin Umar, pada cara refleksi ramadhan dan menyambut lebaran 1441 H mengatakan bahwa pada dasarnya ukuran pahala ibadah sesorang apakah di dalam bulan ramadhan atau di luar ramadhan atau saat melaksanakan lebaran serta silaturrahim harus dimaknai sebagai metaforik yaitu kesejuan hati, keheningan hati, keikhlasan, penuh kasih sayang dan kerinduan kepada Allah SWT. tanpa melihat dimana, kapan dan bersama atau sendiri. Jadi ibadah atau silatrrahim tidak dimaknai secara simbolik belaka yang tergantung pada waktu dan tempat, terutama di saat terjadi pandemi Covid 19 saat ini.           

Hari raya idul fitri tidaklah seperti tahun-tahun sebelumnya, saat ini umat Islam hanya merayakan dari rumah bersama keluarga kecilnya. Hal ini bukan sesuatu yang diharapkan bahkan dirindukan. Hari raya idul fitri (lebaran) yang biasa dilakukan berkumpul bersama keluarga besar, anjang sini-sana, ketemu tentangga, teman dan bersalam-salaman. Semua itu tidak bisa dilakukan lantaran dikhawatirkan terjadi penyebaran Covid 19. Bahkan pikiran dan sikap saya serba tidak enak ketika bertemu tetangga tidak berjabat tangan baik saat berpapasan dan saat lewat di depan rumahnya tidak bertamu. Namun kami menyadari dan merasa tidak ada beban untuk bersilaturrahim, karena dihari pertama lebaran rumah-rumah tetanga semua pada tutup pintu, area masuk perkampungan di portal dan penjagaan oleh warga disetiap gang masuk perkampungan. Hal ini bertanda bahwa tidak diperbolehkan berkunjung dan bersilaturrahim, ini sesuatu yang tidak diharapkan disaat yang bersamaan saya dan seluruh umat Islam harus merayakan lebaran yang identik dengan kegiatan silaturrahim.  

Di samping itu, sebagai sebuah ritual keagamaan setiap tahun umat Islam melakukan sholat ied berjamaah, berkumpul bersama keluarga, silaturrhim ke saudara, tetangga, teman dan kerabat untuk saling maaf memaafkan satu sama lain. Namun pada saat ini tentu sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena pada tahun ini perayaan idul fitri hanya bisa dilakukan di rumah masing-masing termasuk kegiatan sholat ied berjamaah, silaturrahim tidak lagi dilakukan dengan berkunjung sana-sini, salam-salaman dan semua harus dilakukan via online yang hanya terbatas pada keluarga inti saja dan teman-teman dekat.  

Kondisi di atas, memang tidaklah terjadi diseluruh plosok desa, akan tetapi hanya terjadi dibeberapa wilayah saja, namun adanya pembatasan tersebut justru esensi lebaran tidak lagi dirasakan sepenuhnya oleh sebagian umat Islam. Lebaran sebagai tardisi keagamaan umat Islam tidak bisa lagi dilaksanakan secara normal dan bahkan tidak bisa dilakukan sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya. Tentu hal ini membuat lebaran tidak begitu diharapkan bahkan lebih mementingkan menjaga diri dari penyebaran Covid 19 sehingga banya umat Islam berlebaran di rumah bersama keluarga kecilnya, makan, ngobrol dan bercanda ria bersama

Kondisi saat ini dimana umat Islam herus merayakan hari raya idul fitri 1 syawal 1441 H dengan gembira dan saling memaafkan, maka perayaan hari raya idul fitri saat ini sudah terjadi pergeseran makna atau cara yang di dalamnya dimaknai sebagai hari dimana umat Islam dapat melakukan kegiatan silaturrahim terhadap saudara, keluarga teman dan sanak famili lain sebagainya secara langsung. Namun pada hari raya idul fitri sekarang ini tidak lagi bisa dilakukan secara langsung akan tetapi dilakukan secara online sehingga upaya bertatap muka dan melepaskan kerinduan dengan keluarga tidak lagi digapainya. Sekalipun kegiatan ini tidaklah membuat kendala bagi umat Islam untuk terus menjalin silaturrahim dengan sanak family, teman dan kolega. Namun demikian, hal ini bukanlah perayaan yang diharapkan bahkan dirindukan oleh sebagian umat Islam. Sekalipun semua ini kita jadikan pembelajaran dan hikmah agar kita tetap bersabar dan berikhtiyar untuk menjadi hamba-hambah yang berkualitas iman, taqwa dan ipteknya.

Lebaran yang seyogyanya dirindukan oleh umat Islam, maka lebaran tahun ini tidak lagi dirindukan bahkan lebih menjaga terjadinya penyebaran Covid 19 yang sudah menjadi pandemi di negara Indonesia bahkan Dunia. Lebaran yang dilakukan dengan meriah dan gembira baik di perkotaan atau diperkampungan khususnya tidak lagi tampak lalu lalang warga dan kegembiraan disaat Covid 19. Bahkan saya rasakan sendiri, saat melintas hanya menyapa saja, hal ini sangat aneh dan sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya dimana pada saat bersalipan atau lewat di depan rumah warga yang ada hanya menyapa biasa. Namun sepertinya semua warga atau masyarakat menyadari hal ini dan pemaknaannya tentu berbeda dengan hari-hari di luar lebaran.

Setidaknya ada beberapa indikator bahwa lebaran tidaklah dirindukan pada saat pandemi Covid 19 yaitu pertama: adanya pembatasan atau larangan mudik lebaran, tidak seperti tahun sebelumnya dimana masyarakat berbondong-bong memadati stasiun, terminal dan bandara bahkan pemerintah menyediakan armada mudik lebaran, meraka yang berada di perkotaan berlomba-lomba pulang kampung untuk melaksanakan lebaran di desa. Tradisi mudik menjadi tradisi yang dirindukan disaat menjelang lebaran. Namun pada saat ini, semua sirnah dan tidak bisa dilakukan lantaran pandemi Covid 19. Pemerintah melarang mudik karena adanya penyebaran Covid 19. Kerinduan akan lebaran tidak lagi dirasakan seperti tahun sebelumnya karena tidak bisa mudik dan berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Penjagaan petugas perbatasan diperkatat dengan berbagai cara untuk menghalangi masyarakat yang akan mudik.  Kebijakan ini tentunya diambil demi memutus mata rantai penularan Covid-19.

Kedua, kerinduan akan jajan khas di kampung. Pada lebaran tahun ini semua tidak dapat dicapai dan nikmati lantaran tidak bisa pulang kampun untuk sekedar menikmati jajanan khas kampung saat lebaran. Hal ini membuat lebaran tahun ini tidak memberikan esensi akan makna yang menjadi tradisi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Sekalipun hal ini tidak bisa menjadi ukuran akan makna lebaran dari segi spiritualitas, akan tetapi dapat mengurangi makna tradisi yang selalu dirindukan oleh masyarakat muslim saat lebaran. Di sisi lain, kegiatan ini termasuk salah satu yang paling dirindukan masyarakat saat lebaran. Namun, di tengah pandemi seperti ini, tradisi ini agaknya sulit dilakukan secara langsung lantara dtidak bisa pulang kampung.

Ketiga, tak kalah seruhnya yang selalu menjadi kegembiraan dan kerinduan umat Islam adalah kegiatan takbir keliling. Kegitan ini biasanya dilakukan oleh masyarakat, pelajar dan para pemuda di desa-desa dan perkotaan saat menjelang hari raya idul fitri sebagai tanda menyambut hari raya (lebaran), mereka berkeliling baik dengan cara jalan kaki atau pun naik mobil bak terbuka. Sembari memukul bedug dan bertakbir. Namun pada saat ini, suasana tersebut tidak lagi terdengar diperkempungan dan membuat kerinduan masyarakat akan hari raya idul fitri tidak lagi dirasakan lantaran pemerintah mengeluarkan kebijakan adanya larangan untuk berkerumun sebagai upaya mencegah penyebaran covud 19 salah satunya adanya kegiatan takbir keliling yang biasa dilakukan secara berjamaah dan berkerumun.

Keempat, halal bi halal (silaturrahim). Tradidisi ini, juga sangat kental dan melekat dikalangan umat Islam pasca lebaran. Halal bi halal merupakan acara silaturahmi dengan kegiatan saling meminta maaf baik dengan keluarga besar, teman sekolah, ataupun tetangga satu kampung yang selalu menjadi kerinduan umat islam. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada saat lebaran. Momentum halal bi halal selalu dimanfaatkan untuk ajang silaturrahim, betemu keluarga, reuni sekolah atau teman-teman yang jarang bertemu sebelumnya. Namun pada saat ini, semua tidak lagi bisa dilakukan, kerinduan akan lebaran yang identik dengan kegiatan halal bi halal tidak lagi darasakan oleh semua kalangan umat Islam. Hal ini lantara adanya larangan untuk melakukan kegiatan berkumpul dalam jumlah orang banyak termasuk kegiatan halal-bi halal yang identik dengan perkumpulan orang banyak yang didalamnya diadakan saling kangen dan lain sehingga dikhawatirkan terjadi penyebaran Covid 19.

Pandemi Covid 19 membuat lebaran tahun ini tidak lagi dirindunkan oleh sebagian umat Islam lantara tidak dapat memenuhi atau menjalankan tradisi yang biasa dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya sebagaimana di uaraikan di atas. Semua ini tidak bisa dilakukan lantaran masih terjadi penyebaran Covid 19, sebagian umat Islam lebih fokus untuk mencegah penyebaran Covid 19 dari pada harus pulang kampung (mudik), menikmati jajanan khas kampung, takbir keliling dan kegiatan halal bi halal sebagai tradisi pada saat lebaran. Semua itu hanya kenangan yang hanya dapat dirasakan tetapi tidak dapat dilakukan, Kerinduan akan hari raya tidak lagi bisa dinikamati dan dirayakan sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya.

Semoga pandemi Covid 19 ini bisa dilalui dan segera berakhir agar kita dapat beraktivitas kembali dengan normal dan pada tahun yang akan datang kita bisa menikmati dan merayakan hari raya idul fitri yang kita rindungan dan meriahkan tidak terjadi seperti tahun ini. Namun kita tetap semangat dan gembira sekalipun masih dirundung kesedihan akibat adanya pandemi Covid 19 serta selalu diberi kekuatan untuk menhadapinya dan dilindungi oleh Allah SWT. Aamiin